Apa yang membuat seseorang jatuh cinta pada seseorang lain atau pada apapun selain makhluk hidup?
Sore tadi, di sebuah stasiun Teve, ada dialog menarik antara seorang wartawan dengan aktivis wanita berdarah Amerika-Filipina yang memilih mengabdi di Indonesia untuk kesehatan Ibu dan Anak.
Wartawan : “Apa yang membuat Anda memilih Indonesia?”
Narasumber : “Saat saya masih kecil, ayah saya bekerja di Indoneaia. Kemudian beliau mengirimkan paket untuk saya. Saat saya buka paketnya, tenyata isinya adalah wayang kulit. Sejak saat itu saya jatuh cinta pada Indonesia.”
Kemudian, sang wartawan bertanya lagi, seberapa besar cintanya pada Indonesia, dia mengatakan cinta yang full untuk Indonesia.
Ya, wanita tersebut jatuh cinta hanya karena wayang kulit. Padahal, Indonesia ini begitu luas, indah, budayanya banyak, dan lain-lain. Saya, rasa mungkin banyak bule-bule atau turis mancanegara lainnya mencintai Indonesia karena berbagai hal, seperti indahnya pantai sanur, tarian bali, atau akumulasi keindahan Indonesia lainnya. Sedangkan dia, jatuh cinta berawal hanya dari wayang kulit. Bukan dari akumulasi keindahan Indonesia.
Kau tahu. Ada makna diksi di dalamnya.
Pernahkah kita sadari, sesungguhnya hanya pada satu titik kita jatuh cinta pada seseorang atau sesuatu. Ya, persis seperti cerita sang wanita tadi yang jatuh cinta pada Indonesia hanya karena wayang kulit. Suatu titik yang membuat kita terkesan. Entah karena itu indah atau karena memang titik itu menjadi sebuah pengingat untuk kita. Seringkali kita jatuh cinta pada seseorang karena satu hal yang dimilikinya berkesan.
Misal, kita bertemu pada sesosok makhluk sederhana, sementara selang beberapa lama kita tahu dia adalah orang berpunya, tetapi penampilannya tetap sederhana. Tak hanya kaya, dia juga pintar, rupawan, pandai mengaji. Tapi kemungkinan besarnya, jatuh cinta pada sesosok itu dimulai karena kesederhanaannya. Dari sederhananyalah kita mendapatkan sebuah kesan, bahwa tak selalu berpunya harus bersikap mewah. Karena kesederhanaannyalah kita jatuh cinta.
Atau saat kita dipertemukan dengan seseorang yang dengan kesantunan akhlaknya seperti ‘menampar’ kita. Melihatnya, membuat kita tersadar kita belum bisa seperti itu. Lantas kita berusaha berubah akibat belajar dari pertemuan dengannya. Setelah cukup lama, ternyata orang itu memiliki kelebihan lain, pandai memasak, rupawan, soleh/ah. Jika itu jatuh cinta, apa yang membuat jatuh cinta? Hanya ada satu titik, yaitu akhlaknya yang baik. Bahkan mungkin bisa lebih spesifik lagi, karena melihat peristiwa secara langsung yang memperlihatkan kesantunan akhlaknya.
Atau cerita lain. Saat kita berdiskusi dengan seseorang, kita mendapati cara berpikirnya yang bagus yang membuat kita mengangguk-angguk sepakat. Kita sudah tahu kelebihannya yang lain, tak ada rasa apa-apa sebelumnya. Setelah berdiskusilah muncul rasa lain. Kira-kira, jika itu disebut jatuh cinta, apa yang membuat kita jatuh cinta padanya? Satu titik itu jelas, cara berpikirnyalah yang ternyata membuat kita jatuh cinta padanya.
Pada akhirnya, kita akan jatuh cinta karena satu alasan dari sekian banyak kemungkinan yang ada. Dari sekian banyak kelebihan seseorang, hanya akan ada satu kelebihannya yang akan membuat kita mengawali rasa padanya. Rasa yang menimbulkan kesan. Kesan yang kemudian sangat mampu mengubah hidup kita meski hanya lima derajat. Jikapun kesan itu tak mampu membuat kita berubah, minimal kesan itu membuat kita berpikir ulang tentang kebaikan. Sejatinya, jika jatuh cinta itu dirasakan kepada manusia, sesungguhnya satu titik alasannya adalah karena hal yang membawa kita pada kebaikan.
Bekasi, 1 November 2014