Super Random #4

Saya selalu dan amat sangat suka pada sebuah kutipan..

“Adakah yang lebih indah dari dua jiwa yang saling menunggu, tapi diam-diam menyebut nama dalam doa..?” -anonim-

Layaknya Ali dan Fatimah. Begitulah keduanya mengajarkan kita tentang kesucian cinta. Maka, kita yang mencintai kesucian, pastilah merasakan syahdunya kutipan di atas.

Sebaliknya, jika kita lebih mengedepankan akal tentang cinta, kita akan disibukkan mencari pembenaran bahwa cinta dan kecocokan harus mendahului ijabsah dengan alasan ‘agar tidak membeli kucing dalam karung’ yang bisa berujung maksiat. Tak akan pernah ada bahasa saling menunggu, tak pernah ada cerita diam-diam. Semua indahnya telah terserap dalam nafsu pembenaran akal.

Sabarlah. Karena kita hanya akan mendapatkan apa yang akan menjadi hak kita, yang senilai dengan kita. Itu jelas. Allah yang menjanjikan. Lantas, mengapa kita harus khawatir tentang orang baik yang kita rindukan kehadirannya jika kita memang baik (atau setidaknya selalu berusaha menjadi baik dimata Allah dan manusia).?